“laa yukallifullah hunafsan illa wus ‘aha”. Terus ku baca dalam keheningan. Aku yang merasa dekat dari ketidakberdayaan. Menjadi semakin kuat. Karena firman-Nya, nyata dan memeluk dalam rasa.
(Ketika sehelai demi sehelai rontok, bagi dedaunan waktu adalah penguasa atas segala yang tumbuh). Aku menatapmu merekah. Karena kutahu kau adalah harapan.