Politik memang panggung sandiwara penuh ironi. Ada tim sukses yang sudah ikut berjuang dari nol, yang menyemai harapan di tanah tandus, mulai dari saat jagoannya masih sekadar mimpi, hingga kampanye yang penuh keringat dan pengorbanan. Mereka yang turun lapangan, menyebar janji, mengatur acara, berbicara dengan warga, semua tanpa pamrih, hanya berharap kemenangan yang manis. Nilai yang sepadan? Jangan harap. Duit yang masuk ke kantong pun cuma angan-angan. Mereka berjuang demi satu tujuan: kemenangan.
Tapi, begitu kemenangan akhirnya tercapai, apa yang mereka dapatkan? Nol! Mereka yang sudah ada di barisan depan, yang sudah mengorbankan waktu, tenaga, dan bahkan sedikit idealisme, malah harus jadi penonton. Tidak ada pengakuan, tidak ada tepuk tangan. Yang ada cuma rasa ikhlas yang dalam, seolah-olah jadi pahlawan tanpa tanda jasa itu sudah jadi kewajiban. Sementara itu, mereka yang baru datang di pertengahan jalan, yang bisa dibilang “pejuang bayaran,” yang kerja hanya kalau duit cair, tiba-tiba merasa diri mereka yang paling berjasa. Gak cair, gak kerja, dan mogok kerja.
Mereka yang dulu hanya bergerak kalau kontrak bulanan mereka sudah cair, yang baru semangat saat rekening mereka terisi, kini dengan bangga mengklaim kemenangan. Mereka yang ikut setelah semuanya “terstruktur,” yang proposalnya langsung disetujui dengan mudah, yang anggaran dana gerakannya cepat banget cairnya, malah diangkat jadi pahlawan. Dapat duit, dapat proyek, dan eh, bisa jadi mereka yang paling hebat dalam kampanye ini. Ajaib, kan?
Ironisnya, di tengah semua itu, tim sukses yang sudah berjuang tanpa pamrih, tanpa bayaran yang jelas, tanpa kontrak yang menunggu, malah jadi penonton. Bukan penonton bayaran, tapi penonton yang setia, yang tetap ada meskipun tidak ada yang menghargai. Mereka yang lebih pantas menikmati kemenangan, malah terpaksa jadi pengamat dari luar.
Di dunia politik yang kering ini, kadang rasanya hati sudah lama habis. Politik itu lebih soal hitungan angka dan kalkulasi, ketimbang perjuangan. Siapa yang geraknya didorong duit, siapa yang proposalnya disetujui penguasa tanpa basa-basi, merekalah yang akhirnya diangkat jadi pahlawan. Sementara itu, mereka yang ikhlas tanpa mengharapkan apa-apa, yang berjuang meski tak ada bayaran, tetap jadi yang tak dikenal.
Jadi, selamat untuk mereka yang datang belakangan, yang menikmati hasil kemenangan sambil bawa duit dan proyek. Ingatlah, di luar sana ada tim sukses yang sudah lebih dulu berjuang tanpa bayaran, yang sabar dan ikhlas meski tak mendapatkan apa-apa. Mereka bukan penonton bayaran, tapi pejuang sejati yang tahu apa itu perjuangan tanpa pamrih. Mereka tahu bahwa kemenangan yang sejati bukan selalu tentang siapa yang paling cepat menikmati hasilnya, tetapi siapa yang benar-benar berjuang dari hati, meskipun tak ada yang melihat.
Namun, apapun yang mereka katakan, yang tidak menikmati ini, selalu saja dianggap salah di mata penguasa. Seperti biasa, suara mereka tak pernah didengar, hanya menjadi angin lalu. Toh, mereka tidak pernah mengharapkan pengakuan, hanya sedikit penghargaan terhadap kerja keras yang telah mereka lakukan. Sayangnya, di dunia politik, yang berjuang tanpa bayaran justru selalu berada di posisi yang salah. Selamat menikmati basa-basi politik.