Hari ini : April 30, 2025
Februari 27, 2022
1 min read

Capo Di Capi

di sini, dalam sepi itu, apa yang tak kuurai, kecuali air mata yang berasal dari Cinta dan debu. Lihat aku! Berjuta noda.

jalanku yang suram
dan setiap cahaya
di tangan
atau ucapmu

di sini
dalam sepi itu
apa yang tak kuurai
kecuali air mata

yang berasal dari Cinta
dan debu. Lihat aku!
Berjuta noda 
tapi adalah cermin
adalah perjalanan
sebelum akhirnya tiada

aku menangis
seperti biasa, 
tanpa air mata

hilang satu
tumbuh seribu:
dari dia sekalipun
pohon pisang,
atau ribuan kecambah
dari apapun yang hidup
dan dihidupkan

dalam harapan,
di sepanjang jalan
kudengar cerita laut,
kota-kota, terkemas
dalam etalase, perkampungan,
dan sudut-sudut,
dimana setiap orang
berkemas.
Kita di sini
nostalgi mewangi
dari pakaian
dan kata-kata,
ah, lihat keramaian membisu 
dunia terangkum
malam ini,
gelapnya malam
telanjang
hitam,
waktu pun membagi
kisahnya dan aku
mata yang naif
tapi kudengar
seorang tua
di hatiku ingin 
segalanya damai

di mana perkara ini
mengingatkan aku
pada Iqbal:
“,,ini adalah kelir wayang”
dunia ini?

kapan aku berontak
untuk tak tertipu?
kapan aku marah
atas burung kesayangan
yang mati di sisi
sangkar?

dan betapa
di sini
kecuali plastik
aku percaya
pada getaran mata
yang mengusaikan 
rindu.

Di mana kita saling mengerti.

November 17, 2016
01:30 am

Yandi Novia

Pada tahun 2010 saya memulai membangun sebuah blog. Belajar menulis, mengedit, dan belajar hal-hal baru seperti desain grafis dengan corel draw, membangun web hingga menerima jasa pembuatan web, video editing, dan content creator. Saya juga pekerja freelance pada bidang komunikasi dan mobilisasi sosial. Mari Berteman!

Tinggalkan komentar:

Previous Story

Sepeda tua

Next Story

Quo Vadis

Latest from Blog

Rencana Bangun Blog Istri

Jadi, ini bukan sekadar proyek iseng atau coba-coba. Ini semacam undangan halus buat istri saya, untuk kembali ke ruang kecil yang dulu pernah bikin dia senang, menulis.
Go toTop

Don't Miss

Diam di Belantara

Aku diam. Sebagaimana belantara tak bersuara, di balik rimbun yang

Izinkan aku

“laa yukallifullah hunafsan illa wus ‘aha”. Terus ku baca dalam