Pagi yang cerah di Desa Tanjung Jariangau, Kecamatan Mentaya Hulu, Kabupaten Kotawaringin Timur, menjadi saksi kebersamaan umat dalam merayakan Hari Raya Idul Fitri 1446 H yang jatuh pada 31 Maret 2025. Lapangan Bola H. Amin Ucek RT. 04 RW. 02 dipenuhi oleh wajah-wajah penuh harap, mengenakan pakaian terbaik, bersiap menyambut hari kemenangan setelah sebulan penuh menjalani ibadah Ramadhan.
Saya diberi amanah untuk menyampaikan khutbah di tanah kelahiran sendiri. Suatu kehormatan sekaligus tanggung jawab spiritual yang sangat besar. Dalam khutbah ini, saya mengajak seluruh jamaah untuk merefleksikan makna sejati Idul Fitri, bukan sekadar perayaan, tetapi momentum untuk kembali kepada fitrah, mensucikan diri, dan memperkuat hubungan, baik kepada Allah SWT maupun sesama manusia.
Kita bersyukur kepada Allah SWT atas nikmat Ramadhan yang baru saja berlalu. Ramadhan bukan sekadar menahan lapar dan dahaga, melainkan pelatihan ruhani yang mengasah kesabaran, empati, kedisiplinan, serta kedekatan kepada Sang Pencipta. Idul Fitri menjadi penanda bahwa kita telah melewati satu fase perjuangan spiritual yang berat namun penuh berkah.

Namun, kemenangan ini tidak seharusnya berhenti di hari raya. Justru Idul Fitri adalah titik awal untuk memperbaiki diri secara berkelanjutan. Ramadhan mendidik kita untuk lebih peduli terhadap sesama, menahan amarah, dan membangun kasih sayang. Maka dari itu, Idul Fitri menjadi waktu yang tepat untuk memperkuat ukhuwah Islamiyah, menyambung silaturahmi, dan saling memaafkan. Saya mengutip Al Qur’an surah Al-Hujarat: 10.
Dalam khutbah, saya juga menyoroti tantangan zaman. Teknologi informasi dan komunikasi berkembang sangat cepat. Internet dan telepon pintar telah menjadi bagian dari kehidupan, termasuk di desa tercinta ini. Hampir setiap orang, mulai dari anak-anak hingga orang tua, telah memiliki handphone. Sayangnya, pemanfaatannya tidak selalu tepat.
Ada yang menggunakannya untuk belajar, berdagang, atau mencari ceramah agama. Tapi tidak sedikit pula yang terlalu larut dalam permainan, tontonan yang tidak mendidik, hingga kata-kata kotor yang terucap karena emosi saat bermain game. Ini bukan budaya kita. Ini bukan akhlak Islam.
Maka dari itu, saya menyerukan kepada para orang tua untuk kembali mengambil peran sebagai pendidik utama. Rumah adalah madrasah pertama. Jangan pernah menyerah dalam mendidik. Jangan pernah putus asa dari rahmat Allah. Arahkan anak-anak kita agar bijak dalam menggunakan teknologi, tanamkan adab dan akhlak sejak dini.
Saya juga mengingatkan, kehidupan dunia ini adalah ujian. Semua orang diuji, tak terkecuali. Ada yang diuji dengan kekurangan, ada pula yang diuji dengan kelapangan. Maka bersyukurlah atas apa yang kita miliki hari ini. Bagi yang merasa hidup dalam kekurangan, jangan berkecil hati. Allah telah berjanji, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu.” (QS. Ibrahim: 7)
Kepada siapa pun yang pernah jatuh dalam dosa, khutbah ini saya tujukan sebagai panggilan untuk kembali. Jangan merasa terlalu kotor untuk kembali kepada Allah. Jangan merasa sudah terlalu jauh untuk kembali ke jalan yang benar. Kemudian saya kutip Al Qur’an surah Az-Zumar: 53.
Khutbah ini saya tutup dengan doa-doa, memohon ampunan untuk diri kita, orang tua kita, keluarga kita, serta saudara-saudara kita yang sedang berjuang, khususnya di Palestina. Kita bermohon kepada Allah agar Ramadhan berikutnya kita masih diberikan umur, kekuatan, dan kesempatan untuk bertemu kembali dan memperbaiki diri.
Semoga kita semua menjadi pribadi yang lebih baik pasca-Ramadhan, lebih kuat dalam menghadapi godaan dunia, dan tetap istiqamah dalam meniti jalan Allah.
Selamat Idul Fitri 1446 H. Mohon maaf lahir dan batin.