Setiap perjalanan itu punya cerita. Kadang lucu, kadang bikin mikir, tapi yang pasti selalu ada pelajaran. Begitu juga dengan trip pertama saya di awal tahun 2025 ini.
Tanggal 2 Januari, saya berangkat ke Jakarta. Sudah kebayang, aktivitas apa saja yang bakal menanti. Tapi di balik itu, ada rasa nostalgia. 8 tahun yang lalu, suasana yang mirip, bertemu orang-orang baru, menghadapi pengalaman yang baru. Kali ini beda, ada cerita dan refleksi yang ikut di dalamnya.
Tiga hari sebelumnya, saya ditelpon oleh Bang Fairid Naparin. Walikota Palangka Raya yang baru saja terpilih di pilkada 2024. Saya masih di kampung waktu itu, dan telpon itu jadi sinyal. Saya tahu, tugas saya nggak akan jauh-jauh dari ngobrol, diskusi santai, dan ngomongin masa depan.
Bang Fairid ini sosok yang bikin saya banyak belajar, mentor politik kalau boleh dibilang. Tapi dia nggak pernah kaku atau terkesan berat. Obrolan kami seringkali penuh humor, tapi juga punya inti yang dalam. Kadang kami flashback ke masa-masa sebelumnya, cerita tentang kejadian lucu, hal yang bikin geleng-geleng, sampai momen-momen yang jadi pelajaran berharga.
Dia selalu bilang, “Politik itu bukan cuma tentang menang, tapi soal bagaimana kita bisa bermanfaat.” Pemikiran seperti itu yang bikin saya melihat dia beda. Cara dia berpikir kadang nggak biasa, “out of the book,” seperti yang orang bilang. Elegan tapi tetap merangkul, jauh dari kesan arogan.
Tapi ya, jujur aja, kadang sikapnya bikin saya mikir keras. Apa benar ini cara yang harus diambil? Soalnya, gayanya seringkali bertolak belakang dari pakem politik yang biasa. Tapi justru di situ saya belajar, bahwa keberanian untuk beda, untuk melawan arus, itu perlu.
Momen ini buat saya bukan cuma perjalanan fisik, tapi perjalanan belajar. Jakarta jadi latar yang biasa aja, tapi isi ceritanya yang bikin spesial.
Pelajaran yang saya petik dari perjalanan ini sederhana:
Mentor itu penting, bukan cuma untuk membimbing, tapi untuk menginspirasi. Bang Fairid buat saya lebih dari sekadar walikota, dia contoh bagaimana seharusnya politisi bersikap elegan, tapi nggak lupa siapa yang dia layani.
Refleksi itu perlu. Kita nggak akan tahu ke mana melangkah kalau nggak sesekali menengok ke belakang. Flashback itu bukan cuma soal nostalgia, tapi juga evaluasi.
Jangan takut beda. Kadang cara yang nggak biasa justru jadi jalan paling tepat.
Jadi ya, trip awal tahun ini memang nggak akan saya lupakan. Bukan cuma karena tempat-tempat yang dikunjungi dan kopi yang dinikmati, tapi karena pelajaran yang saya bawa pulang. Kalau ada yang bilang, “Setiap perjalanan punya makna,” saya rasa itu benar. Setidaknya, bagi saya.
Selamat Tahun Baru 2025
Lancar untuk sidang di MKnya Bang Fairid Naparin.
Tinggalkan komentar: